Selamat Datang Di Blog Saya

Jumat, 13 Desember 2019

VISUM ET REPERTUM


Suatu tindakan kekerasan dapat ditindaklanjuti secara hukum ketika ada bukti yang mendukung, salah satunya adalah hasil pemeriksaan visum atau yang lebih dikenal dengan Visum et Repertum (VER). Laporan pemeriksaan visum bisa menjadi bukti yang kuat dan senjata bagi korban untuk membela diri

Visum adalah salah satu istilah yang sangat umum dalam dunia kedokteran forensik. Dalam proses peradilan, terkadang ilmu kedokteran juga dibutuhkan, terutama dalam hal pencarian bukti. Visum dibuat oleh dokter berdasarkan pemeriksaan pada korban atau alat bukti dan menjadi alat bukti yang sah dalam pengadilan.

Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam ilmu kedokteran forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban.

Secara etimologi, visum et repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan.

Menurut Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 “Visum Et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya".

Visum et repertum merupakan laporan ahli dan sambil menunjuk LN 1937 -380 RIB/306 melalui ketentuan Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, dan Pasal 187 huruf c KUHAP. Selanjutnya, permintaan keterangan ahli dilakukan penyidik secara tertulis, kemudian ahli yang bersangkutan membuat “laporan” yang berbentuk “surat keterangan” atau visum et repertum. Dalam praktik pengadilan sepanjang pengalaman penulis maka keterangan ahli dalam bentuk visum et repertum (diatur dalam sataatsblad Tahun 1937 Nomor 350, Ordonnantie 22 mei 1937 tentang visa reperta van genesskundigen yang banyak dilampirkan dalam BAP (Berita Acara Pengadilan).

Adapun pendapat dari para ahli hukum tentang visum et repertum, ialah:

  1. Abdul Mun’im Idris memberikan pengertian visum et repertum adalah suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
  2. Menurut pendapat D Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya tanda bukti (corpus delicti), seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa manusia, maka tubuh si korban merupakan tanda bukti (corpus delicti).
  3. R. Atang Ranoemihardja, pengertian yang terkandung dalam visum et repertum ialah yang “dilihat” dan “ditemukan”, jadi visum et repertum adalah suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan diketemukan dalam melakukan terhadap orang luka atau mayat, dan merupakan kesaksian tertulis
  4. R. Soeparmono, pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata-kata “visual” yaitu melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari ahli dokter yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya
jadi dapat disimpulkan bahwa Visum et Repertum (VeR) atau biasa disebut visum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan pihak yang berwajib (polisi,jaksa, hakim, dan juga penyidik pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan). Keterangan ini ditulis berdasarkan pemeriksaan terhadap korban kekerasan seksual,fisik, mental, atau bahkan meninggal dunia . Dalam laporan tersebut, terdapat rincian kondisi kesehatan fisik dan psikis korban yang diperiksa. Laporan visum akan kemudian menjadi bukti terjadinya kekerasan. Umumnya visum dilakukan terhadap korban pada kasus seperti penganiayaan, kecelakaan, dan pemerkosaan.


Fungsi Visum

Dalam perkara pidana, hasil visum adalah sebagai fakta atau bukti tindak pidana yang berhubungan dengan tubuh, nyawa, dan kesehatan manusia. Hasil pemeriksaan yang tertulis secara detail dalam visum et repertum diharapkan akan dapat menjadi bukti pendukung agar hakim dapat memutuskan perkara dengan lebih adil.

Landasan hukum Visum di Indonesia 

Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Permintaan keterangan ahli sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Penjelasan terhadap pasal 133 KUHAP :

Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir H dan pasal 11 KUHAP. Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP sebagai berikut:
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Jenis Visum

Visum et repertum dapat dibedakan berdasarkan objek atau barang bukti yang diperiksa. Berikut adalah beberapa jenis visum yang perlu diketahui:

1. Visum et Repertum Fisik Korban Hidup
Jenis visum et repertum untuk korban hidup dibedakan kembali menjadi 3 jenis, yaitu:
  • Visum et repertum biasa. Visum yang diberikan pada pihak penyidik untuk korban yang tidak membutuhkan perawatan lebih lanjut.
  • Visum et repertum sementara. Visum yang diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena diagnosis dan derajat luka belum dapat ditentukan. Apabila korban sembuh maka dibuatkan visum et repertum lanjutan.
  • Visum et repertum lanjutan. Korban tidak memerlukan perawatan lanjutan karena sudah sembuh, dirawat oleh dokter lain, atau meninggal dunia.
2. Visum et Repertum Fisik Jenazah
Visum et repertum fisik jenazah adalah hasil pemeriksaan yang dilakukan pada korban yang telah meninggal. Penyidik diharuskan untuk mengajukan permintaan tertulis terhadap pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (otopsi) agar visum dapat dibuat.

3. Visum et Repertum Psikiatri
Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan kejiwaan atau psikiatri juga mungkin dilakukan pada korban yang masih hidup. Visum ini merupakan hasil pemeriksaan pada korban yang menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa di sidang pengadilan.

4. Visum et Repertum TKP
Dokter juga dapat mengikuti olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) jika dibutuhkan. Visum et repertum TKP dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

5. Visum et Repertum Penggalian Jenazah
Pemeriksaan pada jenazah bukan hanya dilakukan pada jenazah yang belum dikebumikan, tapi penyidikan sering kali mengharuskan dilakukan penggalian makan kembali untuk dilakukan pemeriksaan. Visum et repertum penggalian jenazah dibuat setelah dokter melakukan pemeriksaan yang melibatkan penggalian jenazah.

6. Visum et Repertum Barang Bukti
Pemeriksaan bukan hanya dilakukan pada korban, tapi juga barang bukti terkait lainnya. Jenis visum ini merupakan hasil pemeriksaan dari barang bukti yang dapat berupa darah, air mani, pisau, peluru, atau barang lainnya.


Untuk mendapatkan Visum, korban harus terlebih dulu melapor kepada pihak kepolisian. Setelah melapor, penyidik dari kepolisian atau hakim akan mengajukan permintaan visum kepada penyedia layanan kesehatan tertentu. Biasanya penyedia layanan kesehatan ini akan ditunjuk sendiri oleh tim penyidik. Setelah itu, korban akan diperiksa secara menyeluruh oleh dokter dan tenaga medis. Dari hasil pemeriksaan tersebut, dokter akan membuatkan laporan tertulis (yaitu hasil visum) untuk diberikan pada penyidik.

Jadi, seorang dokter tidak mempunyai dasar hukum untuk membuat laporan visum jika tidak ada surat permintaan dari pihak kepolisian. Alur permintaan dan pembuatan VER berlaku umum untuk kasus apa pun, termasuk juga untuk kasus kekerasan seksual.

Prosedur pemeriksaan visum bagi korban kekerasan

Pemeriksaan akan dilakukan di rumah sakit, klinik, atau Puskemas yang sudah ditunjuk oleh penyidik. Biasanya saat pemeriksaan, korban akan ditemani petugas kepolisian. Korban juga bisa minta ditemani keluarga atau kerabat terdekat yang dipercaya. Berikut adalah rangkaian pemeriksaan visum yang biasanya dilakukan.

Kondisi korban secara umum ketika tiba di layanan penyedia kesehatan. 
Misalnya korban datang dalam keadaan sadar namun tampak kebingungan, panik, atau gelisah. Jika korban membutuhkan pertolongan darurat karena luka berat atau kondisi mental yang tidak terkendali, petugas kesehatan wajib memberikan pertolongan tersebut sebelum melanjutkan visum.

Pemeriksaan luar. 
Korban akan menjalani pemeriksaan menyeluruh, mulai dari tekanan darah, denyut nadi, bukti adanya tindak kekerasan, penularan penyakit kelamin, hingga luka-luka yang tampak pada bagian luar tubuh. Korban kekerasan seksual atau perkosaan yang berjenis kelamin perempuan berhak minta diperiksa oleh dokter perempuan atau petugas medis perempuan. Pada pemeriksaan ini biasanya korban juga akan ditanya kronologis kejadian sehingga petugas medis bisa memfokuskan pemeriksaan sesuai dengan kesaksian korban. Seluruh uraian tentang letak, ukuran, sifat, dan derajat luka yang ditemukan akan dicatat dan dianalisis lebih lanjut oleh dokter dan petugas medis.

Pemeriksaan dalam.
Jika diperlukan, dokter juga akan memeriksa luka bagian dalam. Misalnya, jika dicuragi ada cedera pada bagian dalam, patah tulang, atau kehamilan. Pemeriksaan ini bisa meliputi rontgen atau pindai USG.

Analisis forensik. 
Kalau pada tubuh korban masih ada jejak DNA pelaku misalnya dari cairan ejakulasi, helai rambut, darah, atau potongan kuku, dokter dan tim penyidik wajib melakukan analisis forensik di laboratorium. Hal ini bertujuan untuk memastikan identitas pelaku dan memberatkan alat bukti visum.

Pemeriksaan psikiatrik.
Selain pemeriksaan fisik, korban juga akan diperiksa kondisi kejiwaannya. Pemeriksaan akan dilakukan dengan dokter spesialis kejiwaan. Dari pemeriksaan psikiatrik, biasanya tanda-tanda gangguan psikologis seperti trauma, PTSD, gangguan kecemasan, atau depresi bisa terbukti. 

Pembuatan kesimpulan.
Setelah seluruh rangkaian pemeriksaan selesai dilakukan, dokter yang berwenang akan membuat laporan atau kesimpulan medis berdasarkan hasil yang ditemukan. Kesimpulan inilah yang akan dibawa oleh tim penyidik sebagai alat bukti di pengadilan. Jika korban membutuhkan perawatan lebih lanjut, dokter juga akan menyediakan layanan kesehatan yang diperlukan.



Surat Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter forensik ataupun dokter spesialis tertentu atas permintaan tertulis (resmi) pihak penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik dalam keadaan hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan maupun interpretasinya, di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Surat visum et repertum merupakan keterangan dari para ahli yang dapat menjadi alat bukti sah untuk mendukung pihak penyidik dalam melakukan proses penyelidikan suatu tindakan kriminal.

Surat visum terdiri atas berbagai macam jenis yang disesuiakan dengan kondisi subjek yang diperiksa. Namun secara umum surat visum terbagi atas dua jenis surat besar beserta turunannya, yaitu :

Surat Visum et Repertum untuk korban hidup
  • Surat Visum et Repertum korban perlukaan
  • Surat Visum et Repertum korban perkosaan/kejahatan seksual
  • Surat Visum et Repertum psikiatrik
Surat Visum et Repertum untuk orang yang sudah meninggal.
  • Surat Visum et Repertum jenazah.

contoh surat visum korban perlukan

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK
Jalan Raya Bogor, Kramat Jati, Jakarta 13510
Jakarta, 16 Maret 2018
Nomor             : 2429-SK.III/0124/3-02
Lamp               : Satu sampel tersegel
Perihal             : Hasil Pemeriksaan forensik penganiayaan atas nama Heni Rahmayanti
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, Susi Yulianti,dr.S.IP dan diketahui oleh H.Ahmad Subarjo,dr,SF.,SH selaku ketua tim dokter Bagian Forensik Rumah Sakit Bahayangkara, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Bandung No. Pol.: 005/VER/2/2018/LLJS tertanggal 01 bulan Februari tahun 2018, dengan ini menerangkan bahwa : Pada tanggal 21 bulan Februari tahun 2018, pukul Sembilan nol nol Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang pemeriksaan RK-412 Bagian Forensik Rumah Sakit Bhayangkara telah melakukan pemeriksaan atas korban yang menurut surat permintaan tersebut adalah:
Nama                           : Heni Rahmayanti
Jenis kelamin               : Perempuan
Umur                           : 26 tahun
Warga negara              : Indonesia
Agama                         : Islam
Pekerjaan                     : Karyawan Swasta
Alamat                                    : Jalan Merdeka Gang II No 109, Cibereum, Bandung, Jawa Barat

Hasil Pemeriksaan
  1. Korban datang dalam keadaan kepala berlumuran darah. Saksi selaku suaminya menyampaikan bahwa pada hari tersebut tanggal 20 Januari 2018, sekitar pukul 16.00 WIB, Korban yang merupakan istri saksi, mengalami pukulan dengan balok kayu di kepala bagian samping di kebun belakang rumah korban pada saat perjalanan pulang. Saksi mengaku korban mengalami kesakitan di bagian samping kepala kemudian pingsan.
  2. Pada korban ditemukan: Pada bagian kepala, tepatnya pada bagian samping kepala terdapat luka robek yang mengakibatkan darah korban berlumuran darah
  3. Terhadap korban : Karena korban datang pertama kali dalam keadaan kepala berlumuran darah, maka dilakukan tindakan medis berupa penanganan langsung dengan pembiusan supaya darah di kepala korban berhenti, setelah itu luka robek sedalam kurang lebih 2 cm langsung dijahit dengan 7 jahitan.
Kesimpulan
            Pada pemeriksaan terhadap korban perempuan berumur 26 tahun, ditemukan Pada bagian samping kepala terdapat luka robek sedalam kurang lebih 2 cm. Adapun tahapan visum terhadap korban meliputi, karena korban datang pertama kali dalam keadaan kepala berlumuran darah, maka dilakukan tindakan medis berupa penanganan langsung dengan pembiusan supaya darah di kepala korban berhenti, setelah itu luka robek langsung dijahit dengan 7 jahitan.
Korban mengalami pemukulan (penganiayaan) yang mengakibatkan kepala korban bagian samping mengalami luka robek sedalam kurang lebih 2 cm.
Demikianlah keterangan ini saya buat dan saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-baiknya mengingat sumpah dan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 72 Tahun 2004.
Dokter yang memeriksa,
Susi Yulianti,dr.S.IP
contoh surat visum korban kekerasan seksual

PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. 123/2/3.4/98/III/2018
Yang bertandatangan di bawah ini Bobby Saputra, dr.S.Pi dokter bagian forensic pada RSUD  Puskesmas Sidomulyo, Kabupaten Pasuruan atas permintaan dari kepolisian Resort Polisi Probolinggo dengan suratnya nomor 12/2.34./502/XII/2017 tertanggal 19 Januari 2018 maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal 25 Januari 2018 pukul 09.00 WIB bertempat di RSUD / Puskesmas Sidomulyo, Pasuruan, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 265 yang menurut surat tersebut adalah :
Nama               : Susi Susanti
Umur               : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga negara : Indonesia
Pekerjaan         : Pelajar SMA
Agama             : Islam
Alamat            : Jalan Kedondong No 19 Pasuruan
HASIL PEMERIKSAAN :
  1. Korban datang dalam keadaan kesadaran baik, dengan keadaan umum tampak sakit sedang, emosi tenang, sikap selama pemeriksaan sangat membantu
  2. Penampilan bersih, pakaian rapi, tanpa robekan, tanpa kancing terputus
  3. Korban mengaku mendapatkan kekerasan seksual dari orang tidak dikenal di gang menuju rumahnya pada tanggal tujuh belas bulan Januari tahun dua ribu delapan belas pukul 17.00 WIB.
  4. Riwayat haid: teratur Hari pertama haid terakhir: 09 Januari 2018
  5. Riwayat perkembangan seksual: sesuai dengan umurGigi ke VII dan gigi ke VIII sudah keluar
  6. Pada tubuh korban ditemukan luka-luka: lebam di wajah dan luka sobek di tangan
  7. Pada pemeriksaan Alat kelamin :
    1. Bagian luar : tenang, tidak ada luka
    2. Selaput dara : terdapat robekan baru sampai dasar sesuai dengan arah jam tiga, enam, dan sembilan
    3. Liang senggama : terdapat erosi dangkal pada dinding sebelah kiri.
    4. Mulut leher rahim : bundar, tenang, livide negatif
  8. Pemeriksaan laboratorium : Plano test positif pada urin
  9. Benda bukti yang diserahkan kepada polisi : tas
KESIMPULAN
Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP
Dokter Pemeriksa



Perbedaan visum dan surat pemeriksaan medis

Misalkan ada kejadian, ada korban kekerasan seksual atau korban kasus lain yang pergi ke dokter tanpa melapor ke polisi terlebih dahulu dan meminta untuk diperiksa serta dibuatkan VER, maka pihak dokter atau rumah sakit dipastikan akan menolaknya. Karena kalau tidak ada surat permintaan dari kepolisian, maka pemeriksaan visum pun tidak dilakukan.

Namun, tidak dibuatnya VER bukan berarti pemeriksaan medis tidak dapat dilakukan.
Oleh karena itu, pada kasus-kasus seperti ini biasanya dokter akan tetap melakukan pemeriksaan medis kepada pasien, hanya saja tidak bisa membuat VER, melainkan surat keterangan medis. Perlu diingat bahwa prosedur pemeriksaan medis terhadap pasien tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya SPV. Jadi ada atau enggak ada SPV, dokter harus tetap memeriksa dan menangani pasien seperti biasa.

Perbedaan Visum dan Otopsi

Banyak orang yang tidak mengerti perbedaan visum dan otopsi. Pemeriksaan post-mortem atau dikenal juga dengan otopsi merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada mayat setelah kematian. Tujuan pemeriksaan ini umumnya adalah untuk mengetahui penyebab kematian.
dapat dikatakan bahwa otopsi merupakan salah satu prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan hasil visum, yaitu visum jenazah atau korban meninggal.


Kekuatan visum sebagai alat bukti

contoh kasus :

Ibu saya sudah lama tidak bisa berjalan (menggunakan alat bantu). Masalahnya: 3 hari lalu terjadi keributan di rumah kami, dan ibu saya disudutkan dan ditampar, anggap saja oleh si A. Merasa ibu saya terpojok dengan kondisi tidak sehat, ibu saya refleks mengambil alat (anggap saja kayu kecil), dan memukul balas si A. Ibu saya tidak ingin memperpanjang masalah ini dan tidak ingin melaporkan ke polisi, namun si A malah melaporkan kejadian penganiayaan ke pihak berwajib dengan hasil visum berupa luka di dada. Kami sudah berbesar hati untuk meminta maaf, namun ditolak. Intinya: Apakah visum merupakan bukti terkuat dalam dunia hukum? Padahal ibu saya yang tidak bisa apa-apa hanya membela diri karena diserang dan ditampar terlebih dahulu. Kondisinya adalah si A punya bukti berupa hasil visum, sedangkan ibu saya tidak mempunyai bukti kalau si A menampar wajah ibu saya, dan dia berbohong kalau dia tidak pernah menampar ibu saya di depan polisi. Apakah ibu saya bisa dihukum karena seperti itu? Apakah ada pembelaan untuk ibu saya? Bagaimana dari segi kekuatan hukumnya?

Ulasan :

Dalam hukum pidana dikenal beberapa jenis alat bukti. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyatakan:
“Alat bukti yang sah ialah:
a.        Keterangan saksi;
b.        Keterangan ahli;
c.         Surat;
d.        Petunjuk;
e.        Keterangan terdakwa.”

Bukti visum et repertum ("visum") dikategorikan sebagai alat bukti surat. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 187 KUHAP yang menyatakan:
“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah

a.        Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b.        Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
c.         Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yagn diminta secara resmi dari padanya;

d.        Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”


Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa visum merupakan surat yang dibuat oleh pejabat dan dibuat atas sumpah jabatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, visum masuk dalam kategori alat bukti surat. Dengan demikian visum memiliki nilai pembuktian di persidangan.

Namun, jika Anda menanyakan apakah bukti visum sebagai bukti terkuat dalam hukum? Dapat kami jelaskan bahwa dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk), yang digambarkan dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Hal ini menandakan bahwa sebenarnya di dalam hukum acara pidana Indonesia tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti terkuat, karena setiap putusan pemidanaan nantinya harus TETAP didasarkan dengan 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim (kecuali untuk acara pemeriksaan cepat, cukup 1 alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim) sehingga bukti visum sebagai alat bukti surat yang diajukan tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan harus dilengkapi dengan alat bukti lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Selanjutnya, mengenai pertanyaan Anda apakah ibu Anda dapat dihukum? Dari segi perbuatan, ibu Anda dapat saja diduga melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyatakan:
“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”


Namun, mengingat bahwa ibu Anda memukul si A karena ingin membela diri, menurut ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP disebutkan:
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lian, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”


Dalam hukum pidana pembelaan yang seperti ini dikenal dengan istilah noodweer. Sehingga berdasarkan Pasal 49 ayat (1) KUHP tersebut, orang yang melakukan pembelaan diri tersebut tidak dapat dipidana (dihukum).

Namun kembali lagi, berbicara mengenai hukum harus didasarkan pada bukti-bukti yang cukup. Dalam hal ini, untuk pembelaan, ibu Anda harus dapat membuktikan bahwa si A lah yang memukul ibu Anda terlebih dahulu. Pembuktiannya tentu saja sama dengan sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP sesuai Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat-alat bukti yang sah, dengan pertimbangan minimal 2 alat bukti terpenuhi.

Kaitan VER dengan rahasia Kedokteran

Ketentuan mengenai wajib menyimpan rahasia kedokteran diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966.

Pasal 1 PP No 10 tahun 1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10 tahun 1966
Pengetahuan tersebut pada pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain.

Pasal 3 PP No 10 tahun 1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


  • Tenaga kesehatan menurut pasal 2 undang- undang tentang tenaga kesehatan
  • Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh mentri kesehatan.

Pasal 2 UU tentang Tenaga kesehatan.
Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam undang-undang ini adalah:

Tenaga kesehatan sarjana, yaitu:


  • Dokter
  • Dokter gigi
  • Apoteker
  • Sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan
  • Tenaga kesehatan sarjana muda, menegah dan rendah:
  • Di bidang farmasi : asisten apoteker dan sebaginya
  • Di bidang kebidanan : bidan dan sebagainya
  • Di bidang perawatan : perawat, fisioterapi, dan sebagainya
  • Dibidang kesehatan masyarakat : pemilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain.
  • Bidang- bidang kesehatan lain.


semoga bermanfaat
----------------------------------------------------------------------------
sumber :

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51b4b7977c299/kekuatan-visum-et-repertum-sebagai-alat-bukti/

https://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum

https://cewekbanget.grid.id/read/06875357/mengenal-penjelasan-lengkap-tentang-laporan-visum-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia?page=all

https://contohsurat.org/surat-keterangan/contoh-surat-visum

https://forensicmedindonesia.wordpress.com/2017/11/18/visum-et-repertum/

https://doktersehat.com/visum/

https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/prosedur-pemeriksaan-visum-korban-kekerasan/



1 komentar:

  1. Nice info min, udah sering dengar visum2 di tv tapi baru tau artinya wkwk

    BalasHapus