بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Disaat syahwat seseorang sedang memuncak ada tiga cairan yang keluar dari kemaluannya, yaitu mani, madzi, dan wadhi, walau terlihat sama namun ketiga cairan ini berbeda baik ciri-sifat dan cara mensucikannya .
#tentang
Mani
Mani yaitu Cairan yang keluar ketika syahwat mencapai puncak, memiliki bau khas, disertai pancaran, setelah keluar menimbulkan lemas. Hukum cairan ini tidak najis, menurut pendapat yang kuat, namun jika keluar bisa menyebabkan hadats besar, sehingga bisa membatalkan puasa dan wajib mandi
berikut ini dari Imam Nawawi -rahimahullah- dalam Syarh Shahih Muslim (3/222) berkata:
“…Sesungguhnya ciri-ciri khusus yang menjadi patokan suatu air itu dihukumi air mani; ada tiga, yaitu:
• Pertama, keluarnya dengan syahwat yang disertai rasa lelah setelahnya.
• Kedua, aromanya seperti bau Mayang kurma sebagaimana telah berlalu penjelasannya (yakni, seperti bau adonan /roti).
• Ketiga, keluarnya dengan memuncrat dan berupa dorongan-dorongan.
Masing-masing dari ketiga ciri-ciri khusus tersebut cukup untuk menetapkan air itu sebagai air mani dan tidak disyaratkan adanya semua ciri-ciri tersebut. Dan apabila pada suatu air tidak memiliki salah satu dari ketiga ciri tersebut; maka air itu tidak dihukumi sebagai air mani dan perkiraan yang dominan pun menunjukkan bahwa air tersebut bukanlah air mani. Ini semua adalah kriteria mengenai air maniy laki-laki.
Adapun air mani perempuan, maka berwarna kuning dan lembut serta terkadang memutih tergantung kekuatannya. Dan air mani perempuan memiliki dua ciri khusus yang bisa dikenali cukup dengan salah satunya saja, yaitu:
Ciri yang pertama aromanya seperti air mani laki-laki. Ciri yang kedua, ada keledzatan bersama keluarnya air mani itu serta diikuti rasa lelah (kekuatan peremuan itu melemah) setelah keluar air maninya.”
Hadits nabi Saw:
Suatu ketika, Ummu Sulaim (ibunda Anas bin Malik) radhiallahu ‘anhum, datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika dia mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
“Ya, apabila wanita melihat air mani (mengeluarkan mani) maka dia wajib mandi.” (Maksudnya: jika ada mani yang keluar dan si wanita melihatnya ketika dia bangun)
Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, yang waktu itu berada di sampingnya, tertawa dan bertanya, “Apakah wanita juga mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
فَبِمَا يُشْبِهُ الْوَلَدُ
“Iya. Dari mana anak itu bisa mirip (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (H.r. Bukhari dan Muslim)
Hanya saja, air mani wanita berbeda dengan mani laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيْظٌ أَبْيَضُ وَمَاءُ الْمَرْأَةِ رَقِيْقٌ أَصْفَرُ
“Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih sedangkan mani wanita tipis/halus dan berwarna kuning.” (Hadis sahih; diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, dan yang lainnya).
Madzi
Madzi yaitu Cairan bening, tidak terlalu kental, tidak berbau, keluarnya tidak memancar, setelah keluar tidak lemas, biasanya keluar sebelum mani keluar. Cairan ini termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), namun jika keluar, tidak menyebabkan wajib mandi dan tidak membatalkan puasa.
Air madzi adalah air putih yang lembut dan lengket, yang keluar ketika bermesraan atau mengingat jima’; dengan tanpa syahwat dan tidak memancar serta tidak diikuti lelah (setelahnya), dan terkadang keluarnya madzi itu tidak terasa.
Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits tentang Ali bin Abi Thalib, beliau bersabda: توضأ، واغسل ذكرك
“Wudhulah dan cucilah kemaluanmu!” (HR. Bukhori, no. 269) yakni, dari air madzi.
Wadi
Wadi yaitu Cairan bening, agak kental, keluar ketika kencing. Dari ketiga cairan di atas, yang paling mudah dibedakan adalah wadi, karena cairan ini hanya keluar ketika kencing, baik bersamaan dengan keluarnya air kencing atau setelahnya.
Siapa yang mendapati air wadiy tersebut maka kemaluannya harus dicuci dan berwudhu, tetapi tidak diharuskan mandi. Dan hukumnya najis seperti najisnya air kencing.
#perbedaaan saat keluarnya
Pertama, ketika sadar.
Cairan yang keluar dalam kondisi sadar, bisa digolongkan termasuk jika memenuhi tiga syarat:
1. Keluarnya memancar, disertai syahwat memuncak, sebagaimana yang Allah sebutkan di surat Ath-Thariq, ayat 5–6.
2. Ada bau khas air mani
3. Terjadi futur (badan lamas) setelah cairan tersebut keluar. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:167)
Jika cairan keluar ketika kondisi sadar dan tidak disertai tiga sifat di atas maka cairan itu adalah madzi, sehingga tidak wajib mandi. Misalnya, cairan tersebut keluar ketika sakit, ketika kelelahan, atau cuaca yang sangat dingin.
Kedua, ketika tidur.
Orang yang bangun tidur, kemudian ada bagian yang basah di pakaiannya, tidak lepas dari tiga keadaan:
1. Dia yakin bahwa itu adalah mani, baik dia ingat mimpi ataukah tidak. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk mandi, berdasarkan kesepakatan ulama. (Lihat Al-Mughni, 1:269)
2. Dia yakin bahwa itu bukan mani, karena yang menempel hanya tetesan cairan atau cairan berbau pesing, misalnya. Dalam kondisi ini, dia tidak wajib mandi. Namun, dia wajib mencuci bagian yang basah karena cairan ini dihukumi sebagaimana air kencing.
3. Dia ragu, apakah itu mani ataukah madzi. Dalam kondisi semacam ini, dia mengacu pada keadaan sebelum tidur atau ketika tidur. Jika dia ingat bahwa ketika tidur dia bermimpi, maka cairan itu dihukumi sebagai mani. Namun, jika dia tidak mengingatnya, dan sebelum tidur dia sempat membayangkan jima’ maka cairan itu dihukumi sebagai madzi karena cairan ini keluar ketika dia membayangkan jima’, sementara dia tidak merasakan keluarnya suatu cairan. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:168)
Adapun jika dia tidak ingat mimpi dan tidak memikirkan sesuatu sebelum tidur, ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Ada yang berpendapat wajib mandi, sebagai bentuk kehati-hatian, dan ada yang berpendapat tidak wajib mandi. Insya Allah, pendapat yang lebih kuat adalah wajib mandi, berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang laki-laki yang tidak ingat mimpi, namun tempat tidurnya basah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia wajib mandi.” (H.R. Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani)
#hukum
Sesungguhnya air wadhi memiliki hukum-hukum yang sama persis seperti air kencing dari berbagai sisinya.
Sedangkan air madziberbeda dengan air kencing pada sebagian halnya bila hendak bersuci darinya. Karena kenajisannya lebih ringan sehingga bersuci darinya cukup dengan diperciki, yaitu memercikan air pada semua tempat yang terkena air madzi dengan tanpa diperas dan tanpa digosok, dan begitu juga wajib ketika bersuci tersebut membasuh dzakar dan dua biji dzakarnya walaupun tidak terkena air madzi.
Adapun air mani maka hukumnya suci tidak diharuskan mencuci apa-apa yang terkena maniy kecuali dalam rangka menghilangkan bekasnya saja. Air mani adalah yang menyebabkan wajibkan mandi besar. Sedangkan air madzi, air wadi, dan air kencing; semua itu hanya menyebabkan wajib berwudhu’ saja.” –
#cara bersuci
Ibnu Abbas -radhiallaahu ‘anhu- berkata: “Ada air mani, air wadi, dan air madzi. Adapun air mani, maka dengan sebab itulah harus mandi besar. Adapun mengenai air wadi dan air madzi maka beliau bersabda:
اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاةِ
‘Basuhlah kemaluanmu -atau biji kemaluanmu (madzaakiiraka)- dan berwudhu’lah sebagaimana wudhu’mu untuk shalat.’” (HR. Al Baihaqiy [1/115], Shahih sunan Abu Daud no.190).
Dari Sahal bin Hanif, ia berkata: Dahulu Aku mendapati air madzi begitu memberatkan dan membuat payah dan dahulu itu aku sering mandi dari air madzi tersebut, maka aku laporkan hal itu kepada Rasulullah lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya cukup bagimu wudhu saja dari hal itu.”
Lalu aku katakan: “wahai Rasulullah, lantas bagaimana dengan air madzi yang mengenai bajuku?” maka beliau bersabda:
يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ
“Cukup bagimu mengambil air satu ciduk tangan; lalu kau percikkan ke bajumu yang kau lihat terkena air madzi.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no.409).
#kesimpulan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- menyimpulkan sebagai berikut:
“Perbedaan antara air mani dan air madzi; bahwasannya air mani itu kental dan memilliki bau serta keluarnya memuncrat pada saat syahwat memuncak.
Adapun air madzi, ialah: air yang halus dan tidak memiliki bau air maniy serta keluarnya tidak memuncrat, dan juga tidak keluar pada saat syahwat memuncak; tetapi justru ketika syahwat mulai mengendor, maka ketika syahwatnya mengendor menjadi jelaslah bagi seseorang.
Adapun air wadi, ialah: semacam sari yang keluar setelah kencing, berupa tetesan-tetesan putih di akhir kencing.
Inilah penjelasan yang berkaitan dengan sifat-sifat dasar tiga jenis air tersebut.
-----------------------------------------------
Sumber
https://aslibumiayu.net/10212-bagi-yang-bingung-membedakan-mana-air-mani-madzi-dan-wadi-juga-bagaimana-cara-bersucinya.html
https://konsultasisyariah.com/5054-perbedaan-air-mani-madzi-dan-wadi.html
#tentang
Mani
Mani yaitu Cairan yang keluar ketika syahwat mencapai puncak, memiliki bau khas, disertai pancaran, setelah keluar menimbulkan lemas. Hukum cairan ini tidak najis, menurut pendapat yang kuat, namun jika keluar bisa menyebabkan hadats besar, sehingga bisa membatalkan puasa dan wajib mandi
berikut ini dari Imam Nawawi -rahimahullah- dalam Syarh Shahih Muslim (3/222) berkata:
“…Sesungguhnya ciri-ciri khusus yang menjadi patokan suatu air itu dihukumi air mani; ada tiga, yaitu:
• Pertama, keluarnya dengan syahwat yang disertai rasa lelah setelahnya.
• Kedua, aromanya seperti bau Mayang kurma sebagaimana telah berlalu penjelasannya (yakni, seperti bau adonan /roti).
• Ketiga, keluarnya dengan memuncrat dan berupa dorongan-dorongan.
Masing-masing dari ketiga ciri-ciri khusus tersebut cukup untuk menetapkan air itu sebagai air mani dan tidak disyaratkan adanya semua ciri-ciri tersebut. Dan apabila pada suatu air tidak memiliki salah satu dari ketiga ciri tersebut; maka air itu tidak dihukumi sebagai air mani dan perkiraan yang dominan pun menunjukkan bahwa air tersebut bukanlah air mani. Ini semua adalah kriteria mengenai air maniy laki-laki.
Adapun air mani perempuan, maka berwarna kuning dan lembut serta terkadang memutih tergantung kekuatannya. Dan air mani perempuan memiliki dua ciri khusus yang bisa dikenali cukup dengan salah satunya saja, yaitu:
Ciri yang pertama aromanya seperti air mani laki-laki. Ciri yang kedua, ada keledzatan bersama keluarnya air mani itu serta diikuti rasa lelah (kekuatan peremuan itu melemah) setelah keluar air maninya.”
Hadits nabi Saw:
Suatu ketika, Ummu Sulaim (ibunda Anas bin Malik) radhiallahu ‘anhum, datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika dia mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
“Ya, apabila wanita melihat air mani (mengeluarkan mani) maka dia wajib mandi.” (Maksudnya: jika ada mani yang keluar dan si wanita melihatnya ketika dia bangun)
Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, yang waktu itu berada di sampingnya, tertawa dan bertanya, “Apakah wanita juga mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
فَبِمَا يُشْبِهُ الْوَلَدُ
“Iya. Dari mana anak itu bisa mirip (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (H.r. Bukhari dan Muslim)
Hanya saja, air mani wanita berbeda dengan mani laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيْظٌ أَبْيَضُ وَمَاءُ الْمَرْأَةِ رَقِيْقٌ أَصْفَرُ
“Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih sedangkan mani wanita tipis/halus dan berwarna kuning.” (Hadis sahih; diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, dan yang lainnya).
Madzi
Madzi yaitu Cairan bening, tidak terlalu kental, tidak berbau, keluarnya tidak memancar, setelah keluar tidak lemas, biasanya keluar sebelum mani keluar. Cairan ini termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), namun jika keluar, tidak menyebabkan wajib mandi dan tidak membatalkan puasa.
Air madzi adalah air putih yang lembut dan lengket, yang keluar ketika bermesraan atau mengingat jima’; dengan tanpa syahwat dan tidak memancar serta tidak diikuti lelah (setelahnya), dan terkadang keluarnya madzi itu tidak terasa.
Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits tentang Ali bin Abi Thalib, beliau bersabda: توضأ، واغسل ذكرك
“Wudhulah dan cucilah kemaluanmu!” (HR. Bukhori, no. 269) yakni, dari air madzi.
Wadi
Wadi yaitu Cairan bening, agak kental, keluar ketika kencing. Dari ketiga cairan di atas, yang paling mudah dibedakan adalah wadi, karena cairan ini hanya keluar ketika kencing, baik bersamaan dengan keluarnya air kencing atau setelahnya.
Siapa yang mendapati air wadiy tersebut maka kemaluannya harus dicuci dan berwudhu, tetapi tidak diharuskan mandi. Dan hukumnya najis seperti najisnya air kencing.
#perbedaaan saat keluarnya
Pertama, ketika sadar.
Cairan yang keluar dalam kondisi sadar, bisa digolongkan termasuk jika memenuhi tiga syarat:
1. Keluarnya memancar, disertai syahwat memuncak, sebagaimana yang Allah sebutkan di surat Ath-Thariq, ayat 5–6.
2. Ada bau khas air mani
3. Terjadi futur (badan lamas) setelah cairan tersebut keluar. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:167)
Jika cairan keluar ketika kondisi sadar dan tidak disertai tiga sifat di atas maka cairan itu adalah madzi, sehingga tidak wajib mandi. Misalnya, cairan tersebut keluar ketika sakit, ketika kelelahan, atau cuaca yang sangat dingin.
Kedua, ketika tidur.
Orang yang bangun tidur, kemudian ada bagian yang basah di pakaiannya, tidak lepas dari tiga keadaan:
1. Dia yakin bahwa itu adalah mani, baik dia ingat mimpi ataukah tidak. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk mandi, berdasarkan kesepakatan ulama. (Lihat Al-Mughni, 1:269)
2. Dia yakin bahwa itu bukan mani, karena yang menempel hanya tetesan cairan atau cairan berbau pesing, misalnya. Dalam kondisi ini, dia tidak wajib mandi. Namun, dia wajib mencuci bagian yang basah karena cairan ini dihukumi sebagaimana air kencing.
3. Dia ragu, apakah itu mani ataukah madzi. Dalam kondisi semacam ini, dia mengacu pada keadaan sebelum tidur atau ketika tidur. Jika dia ingat bahwa ketika tidur dia bermimpi, maka cairan itu dihukumi sebagai mani. Namun, jika dia tidak mengingatnya, dan sebelum tidur dia sempat membayangkan jima’ maka cairan itu dihukumi sebagai madzi karena cairan ini keluar ketika dia membayangkan jima’, sementara dia tidak merasakan keluarnya suatu cairan. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:168)
Adapun jika dia tidak ingat mimpi dan tidak memikirkan sesuatu sebelum tidur, ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Ada yang berpendapat wajib mandi, sebagai bentuk kehati-hatian, dan ada yang berpendapat tidak wajib mandi. Insya Allah, pendapat yang lebih kuat adalah wajib mandi, berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang laki-laki yang tidak ingat mimpi, namun tempat tidurnya basah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia wajib mandi.” (H.R. Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani)
#hukum
Sesungguhnya air wadhi memiliki hukum-hukum yang sama persis seperti air kencing dari berbagai sisinya.
Sedangkan air madziberbeda dengan air kencing pada sebagian halnya bila hendak bersuci darinya. Karena kenajisannya lebih ringan sehingga bersuci darinya cukup dengan diperciki, yaitu memercikan air pada semua tempat yang terkena air madzi dengan tanpa diperas dan tanpa digosok, dan begitu juga wajib ketika bersuci tersebut membasuh dzakar dan dua biji dzakarnya walaupun tidak terkena air madzi.
Adapun air mani maka hukumnya suci tidak diharuskan mencuci apa-apa yang terkena maniy kecuali dalam rangka menghilangkan bekasnya saja. Air mani adalah yang menyebabkan wajibkan mandi besar. Sedangkan air madzi, air wadi, dan air kencing; semua itu hanya menyebabkan wajib berwudhu’ saja.” –
#cara bersuci
Ibnu Abbas -radhiallaahu ‘anhu- berkata: “Ada air mani, air wadi, dan air madzi. Adapun air mani, maka dengan sebab itulah harus mandi besar. Adapun mengenai air wadi dan air madzi maka beliau bersabda:
اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاةِ
‘Basuhlah kemaluanmu -atau biji kemaluanmu (madzaakiiraka)- dan berwudhu’lah sebagaimana wudhu’mu untuk shalat.’” (HR. Al Baihaqiy [1/115], Shahih sunan Abu Daud no.190).
Dari Sahal bin Hanif, ia berkata: Dahulu Aku mendapati air madzi begitu memberatkan dan membuat payah dan dahulu itu aku sering mandi dari air madzi tersebut, maka aku laporkan hal itu kepada Rasulullah lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya cukup bagimu wudhu saja dari hal itu.”
Lalu aku katakan: “wahai Rasulullah, lantas bagaimana dengan air madzi yang mengenai bajuku?” maka beliau bersabda:
يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ
“Cukup bagimu mengambil air satu ciduk tangan; lalu kau percikkan ke bajumu yang kau lihat terkena air madzi.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no.409).
#kesimpulan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- menyimpulkan sebagai berikut:
“Perbedaan antara air mani dan air madzi; bahwasannya air mani itu kental dan memilliki bau serta keluarnya memuncrat pada saat syahwat memuncak.
Adapun air madzi, ialah: air yang halus dan tidak memiliki bau air maniy serta keluarnya tidak memuncrat, dan juga tidak keluar pada saat syahwat memuncak; tetapi justru ketika syahwat mulai mengendor, maka ketika syahwatnya mengendor menjadi jelaslah bagi seseorang.
Adapun air wadi, ialah: semacam sari yang keluar setelah kencing, berupa tetesan-tetesan putih di akhir kencing.
Inilah penjelasan yang berkaitan dengan sifat-sifat dasar tiga jenis air tersebut.
-----------------------------------------------
Sumber
https://aslibumiayu.net/10212-bagi-yang-bingung-membedakan-mana-air-mani-madzi-dan-wadi-juga-bagaimana-cara-bersucinya.html
https://konsultasisyariah.com/5054-perbedaan-air-mani-madzi-dan-wadi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar