Selamat Datang Di Blog Saya

Selasa, 04 Februari 2020

kematian


Setiap yang bernyawa di dunia ini baik manusia hewan atau tumbuhan pasti akan mati, tak ada yang abadi.

Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.

Kematian adalah akhir dari kehidupan, hilang nya nyawa dari tubuh, terpisahnya ruh dengan tubuh, kematian baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan.


Berapa Penyebab umum Kematian

  • Seiring penuaan usia makhluk hidup, tubuh mereka akan perlahan-lahan mulai berhenti bekerja.
  • Jika tubuh tidak mampu melawan penyakit, atau tidak diobati.
  • Kecelakaan seperti tenggelam, tertabrak, terjatuh dari ketinggian, dll.
  • Lingkungan dengan suhu yang sangat dingin atau yang terlalu panas.
  • Pendarahan yang diakibatkan luka yang parah.
  • Kekurangan makanan, air, udara, dan perlindungan.
  • Diserang dan dimakan (pembunuhan).
  • Infeksi dari gigitan hewan berbisa maupun hewan yang terinfeksi virus berbahaya.
  • Kematian pada saat tidak terbangun dari tidur.
  • Kematian sebelum lahir, karena perawatan janin yang tidak benar.
  • Melakukan perbuatan buruk sehingga mendapat hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan atau tanpa pengadilan (Hukuman Mati).

Para ilmuwan mengkonfirmasi bahwa kematian diciptakan dalam sperma, dan berkembang di dalam sel sejak manusia dalam rahim. Mereka (para ilmuwan) mengatakan: kematian diciptakan dalam setiap unsur sel seperti katup pengaman yang mengontrol kehidupan sel, setelah semua perpecahan mengubah ukuran unsur-unsur tersebut, dan ketika semakin pendek ukurannya maka maka kematian semakin dekat, dan pada ukuran tertentu sel reproduksi akan berhenti dan mati, dan itulah yang disampaikan kepada kita melalui Al-Quran, Allah berfirman :

“Kami telah memperkirakan kematian di antara kalian dan kami tidak mendahuluinya,” (Al-Waqi’ah: 60],

Maksudnya adalah bahwa Tuhan Allah SWT menempatkan sistem yang terprogram untuk proses kematian, sehingga para ilmuwan membuat satu istilah ilmiah baru tentang kematian sel yang disebut (kematian sel yang terprogram) dan karena itu ayat yang menegaskan: “Kami telah telah memperkirakan kematian diantara antara kalian” (Al-Waqi’ah: 60), sesuai dengan fakta-fakta ilmiah, dan ini membuktikan akan mukjizat Al-Quran.

Terjadi pada setiap sel tubuh berbagai tindakan yang disebut oleh para ilmuwan: tindakan degeneratif, yang terjadi setelah periode tertentu dari kehidupan sel. Karena itu, sel tumbuh akan terus berkembang dan membesar serta mulai melaksanakan kegiatannya, namun setelah usia tertentu mulai tindakan degeneratif yang terdapat di dalam sel, sehingga para ilmuwan mengatakan bahwa proses ini tidak dapat dihentikan, tetapi yang menghentikan proses ini adalah kematian, karena kematian telah terprogram, sel ini misalnya, akan mati setelah (sepuluh hari), meskipun kita berusaha untuk menghentikan proses degenerasi ini, sel akan tetap mati, dan inilah kebenaran yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلا يَعْقِلُونَ

“Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan Dia kepada kejadian(nya). Maka Apakah mereka tidak memikirkan?” (Yasin:68)

Perhatikanlah, kata “Nunakkishu” (Kami kembalikan) yang menggambarkan ungkapan yang cermat degeneratif pada sel-sel otak, hati, jantung, dan dalam semua sel manusia ada tindakan degeneratif selalu berakhir dengan kematian.

Kematian pasti terjadi dan akan menghampiri semua makhluk hidup di dunia,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [Ali Imran:185].

Maut merupakan ketetapan Allah. Seandainya ada seseorang yang selamat dari maut, niscaya manusia yang paling mulia pun akan selamat. Namun maut merupakan SunnahketetapanNya atas seluruh makhluk. Allah berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ

Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). [Az Zumar:30].

Tidak ada manusia yang kekal di dunia ini.

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ }

Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. [Al Anbiya:34-35].


Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.

Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”.

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian.

Juga ayat:

كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”.

Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”.

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]” .

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.

Berikut ini adalah sebuah hadits sahih yang memuat penjelasan memadai tentang perjalanan seorang mukmin sejak berhadapan dengan kematian sampai ditempatkan di liang lahat dan mendapatkan berbagai nikmat kubur.   Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Nasa’i, Ahmad al-Hakim, dan al-Thayalisi. Dikomentari oleh al-Hakim, “Hadits ini memenuhi kriteria al-Bukhari dan Muslim.” Pendapat ini pun diakui oleh al-Dzahabi. (Lihat: Dr. Sulaiman al-Asyqar, Al-Qishash al-Ghaib fi Shahih al-Hadits al-Nabawi, [Oman: Daru al-Nafa’is], 2007, cet. pertama, hal. 224).

Berikut adalah intisari kisahnya:   

Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi bersama para sahabat mengantarkan jenazah seorang sahabat Anshar. Setibanya mereka di pemakaman, penggalian liang lahat belum usai. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun duduk di atas tanah sambil menghadap kiblat. Sementara para sahabatnya duduk di sekitarnya dengan tenang. Saking tenangnya, seakan-akan ada burung hinggap di atas kepala mereka. 

Melalui hadits ini, perawi hadits menggambarkan bagaimana keadaan di sekitar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu. Beliau mengambil sebuah kayu lalu mengorek-ngorek tanah. Kemudian, beliau melihat ke langit lalu menunduk. Tak lama, beliau melihat lagi ke langit kemudian menunduk. Hingga tiga kali. Setelah itu, beliau bersabda kepada para sahabat, “Memohonlah kalian (perlindungan) kepada Allah dari siksa kubur.” Sebanyak dua atau tiga kali. Lantas, beliau pun berdiri dan berdoa:

 اَللَهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

  Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur.” (Sebanyak tiga kali) 

 Itulah doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus menjadi pembuka atas haditsnya yang panjang. Beliau menggambarkan kepada para sahabatnya bagaimana keadaan seorang hamba sejak ditemui kematian sampai dimasukkan ke dalam liang kuburnya, lalu ditinggalkan oleh keluarga, kolega, dan para sahabat. Lantas apa saja yang menimpa hamba tersebut setelah itu? 

Dikabarkannya bahwa manusia saat dijemput kematian terbagi menjadi dua golongan: ada yang beriman dan ada yang kufur. Dan perbedaan di antara keduanya sangat jauh dan mendasar. 

Sesungguhnya, seorang hamba yang beriman, ketika hendak meninggalkan kehidupan dunianya dan memasuki kehidupan akhiratnya, akan didatangi para malaikat dari langit. Mereka datang dalam rupa terbaik dan akan menempati sebuah tempat tertentu, seraya mengenakan pakaian yang terbaik pula. Wajah mereka putih berseri-seri, seakan-akan mentari yang tengah bersinar. Di tangan mereka terdapat kain kafan dari surga untuk membungkus ruh sang hamba, lengkap dengan minyak wanginya yang akan mengharumkan ruh sang sang hamba tadi. Tampak terlihat mereka duduk sejauh pandangan mata. Bahkan, sebagian orang saleh bisa menceritakan kejadian yang disaksikannya itu, sementara orang-orang di sekitar mereka sama sekali tidak melihat apa-apa. 

 Tak lama berselang, datanglah malaikat maut dan duduk dekat kepala sang hamba. Dia berkata kepada ruh si hamba: 

 يا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلى رَبِّكِ راضِيَةً مَرْضِيَّةً

 “Wahai jiwa yang tenang…. Keluarlah kepada Tuhanmu dalam keadaan rida dan diridai,” (QS al-Fajr [89]: 27-28). 

Ruh pun tak bisa menunda perintah itu. Ia perlahan mengalir keluar dari jasad seperti keluarnya air yang bersih dan jernih dari mulut geriba air. 

 Setelah ruh mukmin yang bersih dan jernih itu keluar, semua malaikat langit dan malaikat bumi menshalatkannya. Pintu-pintu langit dibuka. Setiap penduduk pintu berdoa kepada Allah dan memohon agar ruh hamba itu diangkat ke tempat mereka.   

Begitu ruh sang hamba berhasil dikeluarkan oleh tangan malaikat maut, maka para malaikat yang hadir menyaksikan kematian tidak membiarkan ruh itu sekejap mata pun. Mereka langsung mengambilnya dan meletakkannya di atas kain kafan dan minyak wangi yang mereka bawa dari surga. Demikian kematian yang digambarkan Allah dalam Al-Qur’an, Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya, (QS al-An‘am [6]: 61).

 Setelah ruh terpisah dari jasad, terciumlah aroma semerbak wangi, sampai-sampai memenuhi dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah menggambarkan bagaimana aroma wangi ruh hamba tersebut, melalui sabdanya, “Aroma itu keluar dari ruh bagaikan minyak kesturi yang paling wangi yang pernah engkau temukan di muka bumi.”   Rupanya itu ruh yang selalu diharumkan dengan keimanan dan amal-amal saleh sewaktu di dunia. Dan jejak aroma dari ruh itu jelas diketahui saat ruh tersebut keluar dari jasadnya dan tercium para malaikat. Bahkan, aroma wangi dari orang meninggal seperti itu tercium pula oleh sebagian orang saleh. Dapat dipastikan, aroma wangi itu salah satunya keluar dari ruh para syuhada. Sebab, banyak sekali kabar mutawatir, baik yang klasik maupun yang modern, tentang para syuhada yang jasadnya mengeluarkan aroma wangi yang tercium orang-orang yang masih hidup. Namun, terkadang ada pula aroma wangi yang lahir dari selain para syuhada. 

 Setelah berhasil mengenggam ruh sang hamba, para malaikat langsung bertolak ke langit tertinggi. Di perjalanan, setiap berjumpa dengan kerumunan malaikat, mereka ditanya tentang bawaan ruh yang wangi sewangi minyak misik itu. Salah satu dari mereka menjawab, “Ini adalah ruh fulan bin fulan.” Tak lupa mereka menyebut nama ruh hamba itu dengan nama terbaik yang pernah mereka dengar di dunia.      Setibanya di langit dunia, para malaikat pembawa ruh meminta izin kepada para penjaga langit. Setelah diizinkan masuk, mereka pun diikuti dan diantar para malaikat di langit dunia sampai ke langit berikutnya. Begitu seterusnya, hingga di langit ketujuh. Setiba di langit ketujuh, Rabbul ‘Izzati berfirman, “Tulislah oleh kalian nama hamba-Ku ini di ‘illiyyin,” sebagimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

  وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ، كِتَابٌ مَرْقُومٌ، يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ 

"Tahukah kamu apakah 'Illiyyin itu? (Yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah)," (QS al-Muthaffifîn [83]: 19-21).   

Maka ditulislah nama hamba tersebut pada ‘illiyyin. Lalu dikatakan kepada mereka: “Kembalikanlah dia ke bumi. Sebab, Aku berjanji kepada mereka: darinya Aku menciptakan mereka. Ke sana Aku mengembalikan mereka. Dan darinya Aku mengeluarkan mereka lagi.”

  Hal itu sebagaimana dilansir dalam Al-Qur’an: 

مِنْها خَلَقْناكُمْ وَفِيها نُعِيدُكُمْ وَمِنْها نُخْرِجُكُمْ تارَةً أُخْرى 

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain, (QS Thaha [20]: 55). 

 Setelah melewati perjalanan langit dan namanya dicatat dalam illiyyin, ruh itu dikembalikan ke bumi dan dimasukkan lagi ke jasadnya. Sehingga, dia bisa mendengar kembali suara sandal kawan-kawannya yang berpaling meninggalkan kuburnya dan bertolak ke rumah masing-masing.

Setelah ruh itu dikembalikan ke dalam jasad yang ada di dalam kubur, maka hanya Allah yang maha mengetahui cara mengembalikannya.

Sebab, keadaan alam kubur atau alam barzakh tidak seperti keadaan di dunia. Selanjutnya, dia akan didatangi oleh dua malaikat yang berteriak keras dan kasar. Didudukkanlah hamba tersebut oleh mereka, lalu ditanya tentang empat hal. Pertanyaan pertama adalah tentang Tuhan yang disembahnya semasa di dunia. Keduanya bertanya, “Siapakah Tuhanmu?” Maka hamba itu menjawab, “Tuhanku adalah Allah.” Pertanyaan kedua adalah tentang agama yang dipeluk dan mengajarkan dirinya beribadah kepada Tuhannya. Maka hamba itu menjawab, “Agamaku adalah Islam.” Pertanyaan yang ketiga adalah tentang rasul yang diutus di tengah umat Islam dan menjadi panutannya. Maka dia akan menjawab, “Rasulku adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Dan pertanyaan yang keempat adalah tentang amal-amalnya semasa di dunia. Maka dia akan menjawab, “Aku membaca Kitabullah, beriman kepadanya, bersedekah, dan yang lainnya.”   Pertanyaan-pertanyaan di atas mencerminkan fitnah (ujian) kubur, sekaligus fitnah terakhir yang dihadapkan kepada seorang mukmin. Saat itu, tidak berguna sedikit pun kecerdasan, tipu daya, dan cara lain untuk menyelamatkan dirinya.

Andai ada orang kafir yang menghafal jawaban-jawaban itu dengan benar di dunia, maka jawaban-jawaban tersebut tidak akan keluar sesuai dengan yang diinginkan. Sebab, orang yang diberi pertolongan untuk memberikan jawaban yang benar hanyalah orang mukmin yang ditetapkan Allah keimanan dan amal salehnya. Sehingga dia bisa menjawab dengan benar. Hal itu sejalan dengan firman-Nya: 

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشاءُ

 Artinya: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki," (QS Ibrahim [14]: 27). 

 Di sanalah seorang hamba diuji dan diselamatkan dari ujiannya. Namun, itu semua berkat hidayah Allah dan keimanannya, sehingga bisa memberi jawaban yang benar sesuai dengan keadaannya semasa di dunia. Setelah itu, terdengar suara panggilan dari langit yang membenarkan apa yang disampaikannya, memerintah para malaikat untuk mengubah kuburannya menjadi salah satu taman surga. Lalu terdengarlah suara dari langit, “Hamba-Ku itu benar.

 Maka hamparkanlah sebuah taman dari surga untuknya. Berilah pakaian dari surga untuknya. Bukalah sebuah pintu ke surga untuknya.” Maka datanglah aroma wangi dari surga kepadanya. Dan dilapangkanlah kuburannya sejauh mata memandang. 

Hilang seruan itu, datanglah kepada hamba tersebut seorang laki-laki atau seorang yang menyerupai sosok laki-laki. Laki-laki itu berwajah tampan, berpakaian bagus, dan beraroma wangi. Kemudian, laki-laki itu menyampaikan kabar gembira yang menenangkan hatinya. Dalam hadits ditegaskan, “Datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan bertubuh wangi. Dia berkata, ‘Gembirakanlah dirimu dengan kabar yang menenangkanmu. Gembirakanlah dirimu dengan kabar tentang keridaan Allah dan surga-surga yang berisi aneka kenikmatan abadi di dalamnya. Inilah harimu yang dijanjikan kepadamu.’” 

Sang hamba pun mencoba mencari tahu siapa sesungguhnya laki-laki yang memberikan kabar gembira kepada dirinya. Dia lalu bertanya, “Semoga Allah memberikan kabar baik kepadamu, siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.” 

Namun belakangan sang hamba tahu bahwa laki-laki pembawa kabar gembira adalah amal saleh yang pernah dikerjakannya selama di dunia. Sementara harta kekayaan, keluarga, dan anaknya tak lagi di sampingnya. Yang tertinggal adalah amal baik yang membawa kabar gembira baginya, menemani dirinya dalam kuburnya. Maka sosok yang diserupakan dengan sosok laki-laki itu menjawab, “Aku adalah amal salehmu. Demi Allah, aku tidak mengetahuimu kecuali dulu engkau bergegas menaati Allah. Namun, lamban dalam melakukan kemaksiatan. Semoga Allah membalas kebaikanmu.” 

Di samping itu, Allah juga menjelaskan bagaimana keadaan yang akan dihadapi seorang hamba pada hari Kiamat, baik hamba yang mukmin maupun hamba yang kufur. Bagaimana nasib mereka kelak pada hari itu berkat keimanan dan kesalehan masing-masing. Seperti yang diungkap dalam hadits, pada hari itu, sebuah pintu dari surga akan dibukakan untuk hamba yang mukmin. 

Sesungguhnya, seorang hamba mukmin akan mengetahui sejauh mana nikmat Allah kepada dirinya. Bagaimana pula keadaannya jika tidak ditunjukkan kepada jalan Islam setelah melihat tempatnya di dalam surga kenikmatan.   Karenanya tidaklah heran, setelah melihat kenikmatan yang menanti dirinya di negeri keabadian, seorang hamba sampai meminta disegerakan Kiamat kepada Tuhannya. Tujuannya agar dirinya bisa segera menempati negeri tersebut, menikmati apa yang dijanjikan Allah di dalamnya. Maka disampaikanlah kepadanya, “Tenanglah. Segala sesuatu telah ditetapkan waktunya. Ketika waktu itu datang maka apa yang ditetapkan Allah akan terjadi pasti terjadi.”


Dianjurkan untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri menghadap kematian …

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Wahai diri ini yang lalai akan kematian, ingatlah faedah mengingat kematian …

[1] Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[2] Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه

“Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

[3] Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.

[4] Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه

“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).

[5] Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ

“Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.

Nasehat ulama ….

Abu Darda’ berkata, “Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti orang-orang yang telah meninggalkanmu.”

Yang menakjubkan pula dari Ar Robi’ bin Khutsaim …

Ia pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh dosa), ia bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia membaca firman Allah Ta’ala,

رَبِّ ارْجِعُونِ  لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ

“(Ketika datang kematian pada seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al Mu’minuun: 99-100).

Ia pun terus mengulanginya dan ia berkata pada dirinya, “Wahai Robi’, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)! Beramallah …”



--------------------------------

Sumber

https://www.google.com/amp/s/www.islampos.com/rahasia-kematian-dalam-al-quran-64301/amp/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kematian

https://almanhaj.or.id/2570-sakaratul-maut-detik-detik-yang-menegangkan-dan-menyakitkan.html

https://islam.nu.or.id/post/read/110179/tahapan-perjalanan-ruh-mukmin-hingga-ke-alam-barzakh

https://rumaysho.com/2822-kematian-yang-kembali-menyadarkan-kita.html

https://almanhaj.or.id/2982-mengingat-maut.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar