Hujan buatan adalah hujan yang dibuat oleh campur tangan manusia dengan membuat hujan dari bibit-bibit awan yang memiliki kandungan air yang cukup, memiliki kecepatan angin rendah yaitu sekitar di bawah 20 Knot, serta syarat lainnya. Hujan buatan dibuat dengan menaburkan banyak garam khusus yang halus dan dicampur bibit / seeding ke awan agar mempercepat terbentuknya awan jenuh. Untuk menyemai / membentuk hujan deras, biasanya dibutuhkan garam sebanyak 3 ton yang disemai ke awan potensial selama 30 hari. Hujan buatan bisa saja gagal dibuat atau jatuh di tempat yang salah serta memakan biaya yang besar dalam pembuatannya.
Sejarah Hujan buatan di dunia dimulai pada tahun 1946 oleh penemunya Vincent Schaefer dan Irving Langmuir, dilanjutkan setahun kemudian 1947 oleh Bernard Vonnegut.Yang sebenarnya dilakukan oleh manusia adalah menciptakan peluang hujan dan “mempercepat” terjadinya hujan. Nama yang digunakan sebagai upaya “membuat hujan” adalah menjadi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Dan yang dilakukan oleh manusia pada TMC, adalah “mempengaruhi” proses yang terjadi di awan sebagai “dapur” pembuat hujan. Sehingga mempercepat peluang terjadinya hujan. Bahan untuk “mempengaruhi” proses yang terjadi di awan terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Bahan untuk “membentuk” es, dikenal dengan glasiogenik, berupa Perak Iodida (AgI).
2. Bahan untuk “menggabungkan” butir-butir air di awan, dikenal dengan higroskopis, berupa garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2 dan Urea.
Di Indonesia, upaya “hujan buatan” ini diperlukan untuk :
1. Antisipasi Ketersediaan Air, misal pengisian waduk, danau, untuk keperluan air bersih, irigasi, pembangkit listrik (PLTA).
2. Antisipasi Kebakaran hutan/lahan, kabut asap
Udara selalu mengandung uap air, apabila uap air ini berkumpul menjadi titik-titik air maka terbentuklah awan. Jika titik-titik air dalam awan semakin besar dan awan semakin berat, gravitasi akan menarik titik-titik air tersebut hingga turun sebagai hujan. namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap sebelum jatuh ke tanah dan hilanglah awan itu. Hujan pun tidak jadi turun.
Inilah yang dihindari dalam hujan buatan, bahan penyemai hujan tidak memberi kesempatan bagi titik-titik air pada awan untuk menguap kembali. Ada sejenis katalis yang ditambahkan, agar awan lebih cepat mengumpul zat ini disebut bahan semai.
Bahan semai terdiri atas 2 jenis, yakni bahan semai higroskopis yang dapat menarik uap air dari sekelilingnya, dan bahan semai glasiogenik yang dapat mengahasilkan es. Bahan semai higroskopis akan membentuk tetes-tetes air yang berperan dalam proses pembentukan butir-butir hujan di dalam awan. Awan semakin cepat matang, volumenya akan menjadi lebih besar, dan hujan yang dihasilkan akan semakin banyak.
Bahan semai glasiogenik ditebarkan di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level, dimana lapisan ini mengandung banyak uap air lewat dingin (super cooled moisture). Uap air ini dapat membeku secara alami. Penambahan bahan glasiogenik akan mempercepat pembekuan uap air. Es yang turun ke lapisan lebih rendah perlahan-lahan mencair dan menambah jumlah air hujan yang turun ke permukaan bumi.
Dalam membuat hujan buatan, banyak faktor yang harus dipernuhi, seperti jumlah awan yang sudah ada, arah angin agar jatuhnya hujan ditempat yang tepat, suhu, dll.
Awan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dengan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan Cumulus terjadi karena proses konveksi.
Awan Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu : Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang baru tumbuh, Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri dari beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.
Jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol, merupakan jenis awan yang dijadikan sebagai sasaran penyemaian dalam kegiatan hujan buatan.
Ada beberapa metode untuk menyemai bahan semai ke dalam awan. Yang paling sering dan biasa dilakukan adalah menggunakan pesawat terbang. Selain menggunakan pesawat terbang, modifikasi pesawat terbang juga dapat dilakukan dari darat dengan menggunakan sistem statis melalui wahana Ground Base Generator (GBG) pada daerah pegunungan untuk memodifikasi awan-awan orografik dan juga menggunakan wahana roket yang diluncurkan ke dalam awan.
Di Indonesia, sejak tahun 1998 BPPT dan PT. INCO bekerja sama dengan perusahaan dari Amerika memakai metode penyemaian awan dengan teknologi flare perak iodida.
Dengan teknologi ini, pesawat yang dibutuhkan untuk menyemai awan tidak perlu besar, cukup pesawat kecil yang dilengkapi dengan 24 tabung flare perak iodida yang dipasang di sayap pesawat terbang dan bak peluncur roket. Setelah posisi awan, arah dan kecepatan angin diketahui pesawat pun menuju awan potensial dan flare pun mulai dinyalakan dengan mematik listrik otomatis dari kokpit pesawat. Setelah itu tinggal menunggu hasilnya.
Proses Hujan Buatan ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan – tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Hujan buatan dapat terjadi dengan menaburkan bahan – bahan kimia untuk mempengaruhi terjadinya awan yang disebut dengan zat glasiogenik, yaitu Argentium Iodida atau Perak Iodida.
Penaburan bahan – bahan kimia tersebut dilakukan pada ketinggian diantara 4000 hingga 7000 kaki dengan memperhitungkan faktor – faktor seperti arah angin dan kecepatan angin yang akan membawa awan ke wilayah tempat terjadinya hujan buatan.
Penaburan bahan – bahan kimia ini juga harus dilakukan mulai pada saat pagi hari sekitar pukul 07.00 pagi, menimbang proses terjadinya awan yang terbentuk secara alami adalah pada saat pagi hari.
Selain bahan kimia berupa zat glasiogenik, ditaburkan pula zat kimia berupa zat higroskopis yang merupakan bahan kimia untuk menggabungkan butir – butir air di awan. Zat higroskopis tersebut berupa garam (NaCl), CaCl2 dan Urea. Zat tersebut yang digunakan dalam melakukan proses hujan buatan ini adalah yang berbentuk bubuk dengn diameter butiran antara 10 – 50 mikron.
Bahan – bahan kimia tersebut ditaburkan ke awan yang ada di langit dengan menggunakan pesawat terbang, kecuali Urea.
Setelah ditaburkan, bahan – bahan kimia tersebut akan mempengaruhi awan tersebut untuk berkondensasi sehingga membentuk awan yang lebih besar dan mempercepat proses terjadinya hujan.
Beberapa jam setelah menaburkan bahan – bahan kimia yang mempengaruhi awan untuk berkondensasi tersebut, barulah bubuk urea ditaburkan. Bubuk Urea ini fungsinya sama, yaitu untuk membantu awan membentuk dan menggabungkan kelompok – kelompok awan kecil untuk membentuk jenis – jenis awan yang lebih besar dan berwarna abu – abu. Awan besar berwarna abu – abu inilah yang dinamakan dengan awan hujan.
Urea ini ditaburkan pada sekitar pukul 12.00 siang, menimbang bahwa pada saat tersebut sudah banyak kelompok – kelompok kecil awan yang terbentuk.
Setelah awan hujan terbentuk, larutan bahan kimia ditaburkan kembali ke awan tersebut. tetapi kali ini berbentuk larutan. Larutan bahan – bahan kimia tersebut memiliki komposisi air, urea dan amonium nitrat dengan perbandingan 4:3:1. Larutan ini berfungsi untuk mendorong awan hujan untuk membentuk butir – butir air yang lebih besar karena butir – butir air yang besarlah yang dapat menimbulkan hujan pada awan hujan.
Hujan buatan dapat memberikan dampak yang positif yang bermanfaat maupun dampak yang negatif yang merugikan.
Dampak Positif Hujan Buatan
Hujan Buatan dapat memberikan dampak positif yang memiliki manfaat yang sama seperti pada fungsi air hujan pada umumnya yang baik bagi ruang publik untuk kehidupan, khususnya pada wilayah yang sedang mengalami musim kemarau yang sangat panjang dan tidak pernah mengalami hujan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Manfaat tersebut antara lain adalah:
- Hujan buatan dapat mengatasi kekeringan yang terjadi pada wilayah yang mengalami kekeringan.
- Hujan buatan dapat mengatasi masalah kabut asap akibat kebakaran hutan.
- Hujan buatan juga dimanfaatkan untuk memadamkan api pada kebakaran hutan yang mencakup wilayah yang cukup luas dengan api yang sangat besar.
- Hujan buatan membantu pengisian air waduk atau macam – macam danau untuk keperluan irigasi, ketersediaan air bersih ataupun pembangkit listrik tenaga air.
Dampak Negatif Hujan Buatan
Hujan Buatan tidak hanya memberikan dampak positif yang memiliki manfaat yang baik bagi fungsi lingkungan hidup bagi manusia, tetapi juga membawa dampak negatif yang merugikan bagi makhluk hidup yang wilayah tempat tinggal atau wilayah tempat dimana makhluk hidup tersebut beraktivitas terkena guyuran air dari hujan buatan.
Dampak negatif dari hujan buatan tersebut antara lain adalah:
- Hujan buatan yang terbuat dari adanya campuran bahan kimia bisa menimbulkan efek hujan yang mengandung bahan kimia pula yang bisa jadi malah menimbulkan hujan asam yang berbahaya bagi yang terkena guyuran hujan ini.
- Hujan buatan dapat menyebabkan pencemaran tanah karena proses penaburkan garam dalam jumlah sangat banyak bahkan dapat hingga berton – ton jumlahnya, menimbulkan hujan yang sifatnya asin dan memberikan efek lapisan tanah yang terkena guyurannya akan menjadi asin pula sehingga menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak bahkan gagal panen karena lapisan jenis – jenis tanah menjadi kelebihan kandungan garam.
- Hujan buatan juga dapat menjadi penyebab banjir jika hujan yang terjadi tidak tepat sasaran.
- Hujan buatan dapat menjadi penyebab pemanasan global.
- Hujan buatan dapat merubah siklus hidrologi yang akan membahayakan pasokan air tanah di musim kemarau.
- Hujan buatan akan menimbulkan kerugian materi yang cukup besar jika hujan yang turun dari hasil hujan buatan tidak tepat sasaran, baik kerugian dari materi yang dikeluarkan untuk melakukan proses hujan buatan maupun dari hasil dampak ketika hujan buatan salah sasaran.
Ciao
------------------------------------
Sumber :
https://www.google.com/amp/s/ilmualamiahdasarti2b.wordpress.com/2017/02/28/hujan-buatan/amp/
http://www.bumn.go.id/ptpn5/berita/0-SEKILAS-TENTANG-HUJAN-BUATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar